Jumat, 24 April 2015

STRATIFIKASI SOSIAL




PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
            Sosiologi merupakan suau cabang ilmu yang secara mendasar dipahami oleh kebanyakan orang adalah ilmu yang mempelajari mengenai hubungan dan interaksi dalam masyarakat. Ilmu ini dapat membantu masyarakat agar dapat mengetahui bagaimana proses-proses sosial itu berlangsung dalam kehidupanya sendiri. Sehingga dengan kesadaran itu akan terjalin hubungan yang baik dalam suatu kelompok masyarakat dan inilah yang menjadi tujuan para pakar sosiolog itu sendiri. Akan tetapi dalam mendefinisikan ilmu sosialogi ini para pakar memiliki banyak perbedaan dalam pemikiranya, sehingga penulis hanya akan menjelaskan beberapa pemikiran saja dari tokoh-tokoh sosiolog yang menurut penulis paling banyak digunakan.
            Sosiologi ini memiliki perbedaan dengan ilmu psikologi yang sering dikatakan oleh orang-orang adalah sama. Jika dinilai dan ditelaah secara seksama maka persamaan dari kedua cabang ilmu ini adalah sama-sama merupakan ilmu yang mencari karakteristik pikiran dan tindakan manusia. Akan tetapi ilmu psikologi hanya menganalisa dan terfokus pada karakteristik pikiran dari seorang individu sementara sosiologi tidak mengakui karakteristik pikiran itu kalau bukan dalam tatanan masyarakat. Sehingga dengan melihat hal ini kita dapat berkesimpulan bahwasanya kedua ilmu ini memiliki perbedaan dan juga persamaan.
            Pencarian karakteristik oleh ilmu sosiologi ini bisa juga dikatakan sebagai pencarian hakikat dan sebab-sebab dari berbagai pola pikiran dan tindakan manusia yang sering kali dilakukan secara berulang-ulang. Tindakan manusia yang berulang ulang ini merupakan tindakan sekelompok masyarakat yang boleh jadi hal ini merupakan budaya atau habiet dari masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu Stephen Sanderson mengatakan dalam bukunya bahwa ilmu sosiologi telah menciptakan abang ilmu lain seperti Antropologi, Sejarah, Politik, ekonomi, dan lain sebagainya.[1]      



B. RUMUSAN MASALAH
            Dari masalah-masalah seputar ilmu sosiologi ini penulis menemukan beberapa pokok pembahasan yang dapat penulis kaji dalam makalah yag sederhana ini, diantaranya yakni:

1. Apa yang dimaksud dengan stratifikasi sosial ?
2. Apa yang dimaksud dengan kelas sosial ?
3. Apa yang dimaksud dengan stratifikasi global ?
4. Apa yang dimaksud dengan stratifikasi gender ?
5. Bagaimana straifikasi menurut ras dan etnik ?

C. TUJUAN MASALAH
            Dengan perumusan dalam makalah ini maka ada beberapa tujuan yang hendak penulis tuju, diantaranya yaitu:
1. untuk dapat memahami tentang stratifikasi sosial.
2. untuk dapat mamahami kelas sosial.
3. untuk dapat memahami stratifikasi global.
4. unuk dapat memahamai stratifikasi gender.
5. unuk dapat memahami straifikasi manurut ras dan etnik.














PEMBAHASAN
1. STATIFIKASI SOSIAL
            Stratifikasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara vertikal atau atas bawah. Contohnya seperti struktur organisasi perusahaan di mana direktur berada pada strata / tingkatan yang jauh lebih tinggi daripada struktur mandor atau supervisor di    perusahaan         tersebut. Definisi ini adalah definisi yang paling umum yang bisa kita pahami sebagai seorang individu dalam  masyarakat yang awam.
            Stratifikasi sosial ini memiliki beberapa sifat dasar yang sangat penting, sebab berbicara mengenai ketidaksamaan sosial atau perbedaan sosial maka kita akan diajak untuk menganalisa karakteristik dari tiap-iap kelompok. Hal ini dikarenakan masing-masing kelompok itu mempunyai budaya yang berbeda pula. Seperti dalam masyarakat hortikultura maka stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat itu akan berbeda dengan straifikasi yang ada dalam masyarakat pemburu, peramu, dan agraris.
            Contohnya dalam masyarakat agraris, ciri yang paling menonjol adalah jurang yang luas dalam kekuasaan, hak,dan presise yang terjadi antara kelas dominan dan subordinanya. [2] Tentu  saja masyrakat agraris adalah masyarakat yang paling terstratifikasi diantara semua masyarakat pra industri. Sistem straifikasi agraris umumnya terdiri dari strata sosial berikut:
a.       Elit ekonomi politik yang terdiri dar penguasa serta kelas tuan tanah.
b.      Kelas penyewa.
c.       Kelas pedagang.
d.      Kelas rohaniawan.
e.       Kelas petani.
f.       Kelas seniman.
g.      Kelas sampah masyarakat.



Dengan melihat strata yang tettulis diatas maka kita dapat berkesimpulan bahwa empat kelas yang perama adalah kelas yang istimewa sedang tiga kelas dibawahnya merupakan kelas masyarakat yang paling besar dan sering tereksploitasi. Dalam masyarakat agraris kelas pertama merupakan kelas yang saling berhubungan sebab penguasa dalam masyarakat agraris juga merupakan tuan tanah atau orang yang paling banyak memiliki kekayaan diantara yang lainya baik dari segi individu maupun kelompok.
Selanjutnya stratifikasi sosial ini mempunyai beberapa faktor penyebab diantaranya yaitu kekayaan, kekuasaan, kehormatan , dan tingkat pendidikan. Ketika sekelompok masyarakat telah memiliki satu dari empat penyebab diatas maka masyarakat atau kelompok itu tentunya telah membedakan dirinya dari masyarakat dan kelompok lain sehingga proses terjadinya stratifikasi sosial tidak akan terelakan lagi. Akan tetapi dalam masyarakat kita yang sekarang ini faktor yang paling dominan adalah faktor tentang tingkat pendidikan, sebab dimasyarakat kita ini seorang penguasa atau orang yang memiliki banyak harta kebanyakan adalah orang yang tingkat pendidikanya baik.[3]
Kemudian berbicara mengenai bentuk-bentuk stratifikasi sosial ada beberapa hal yang dapat kita pahami diantaranya yakni:
1.Sistem    Kasta
Sistem kasta mempunyai ciri-ciri : keanggotaan berdasar keturunan, keunggulan yang diwariskan berlaku seumur hidup, perkawinan endogami, hubungan dengan kelompok sosial lain terbatas, penyesuaian diri ketat pada norma-norma kasta, diikat oleh kedudukan yang sudah ditetapkan secara tradisional, prestise kasta dijaga, kasta yang lebih rendah dikendalikan oleh kasta yang lebih tinggi.
2. Sistem Kelas Sosial, yaitu berdasarkan pada status yang diusahakan.
3. Sistem Feodal, yaitu berdasarkan kepemilikan tanah, raja, bangsawan, ksatria dan petani.

Berdasarkan kepemilikan tanah, masyarakat dapat dikategorikan menjadi empat golongan yaitu:



a. pemilik atau tuan tanah atau bangsawan.
b. pemilik dan penggarap.
c. penyakap (penggarap tanah bagi hasil datau sewa).
d. buruh tani

2. KELAS SOSIAL
            Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu strata ( lapisan ) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum ( rangkaian kesatuan ) status sosial. Definisi ini memberitahukan bahwa dalam masyarakat terdapat orang-orang yang secara sendidi-sendidi atau bersama-sama memiliki kedudukan social yang kurang lebih sama. Mereka yang memiliki kedudukan kurang lebih sama akan berada pada suatu lapisan yang kurang lebih sama pula.
Kelas sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kategori kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih rendah dari pada mereka. Aspek hierarkis kelas sosial penting bagi para pemasar.
Para konsumen membeli berbagai produk tertentu karena produk-produk ini disukai oleh anggota kelas sosial mereka sendiri maupun kelas yang lebih tinggi, dan para konsumen mungkin menghindari berbagai produk lain karena mereka merasa produk-produk tersebut adalah produk-produk “kelas yang lebih rendah”.Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori yang luas berikut ini: ukuran subjektif, ukuran reputasi, dan ukuran objektif dari kelas sosial. Peneliti konsumen telah menemukan bukti bahwa di setiap kelas sosial, ada faktor-faktor gaya hidup tertentu ( kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku bersama ) yang cenderung membedakan anggota setiap kelas dari anggota kelas sosial lainnya.[4]




Para individu dapat berpindah ke atas maupun ke bawah dalam kedudukan kelas sosial dari kedudukan kelas yang disandang oleh orang tua mereka. Yang paling umum dipikirkan oleh orang-orang adalah gerakan naik karena tersedianya pendidikan bebas dan berbagai peluang untuk mengembangkan dan memajukan diri.Dengan mengenal bahwa para individu sering menginginkan gaya hidup dan barang-barang yang dinikmati para anggota kelas sosial yang lebih tinggi maka para pemasar sering memasukkan simbol-simbol keanggotaan kelas yang lebih tinggi, baik sebagai produk maupun sebagai hiasan dalam iklan yang ditargetkan pada audiens kelas sosial yang lebih rendah.

3. STRATIFIKASI GENDER
            Konsep gender berbeda dengan sex, sex merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang pada akhirnya menjadikan perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan, berdasar pada jenis kelamin yang dimilikinya, sifat biologis, berlaku universal dan tidak dapat diubah. Adapun gender (Echols dan Shadily, 1976, memaknai gender sebagai jenis kelamin) adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Faqih, 1999), dengan begitu tampak jelas bahwa pelbagai pembedaan tersebut tidak hanya mengacu pada perbedaan biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial budaya.
 Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat (Kantor Men. UPW, 1997). Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinya gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.
Berikut ini beberapa pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
1)      Gener adalah peran social dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004)
2)      Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nila budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO,2001).


3)      Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab social bagi perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
4)      Gender adalah jenis kelamin social atau konotasi masyarakat untk menentukan peran social berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004).[5]
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
·         Kesetaraan Gender Dalam Al Qur’an
Lily Zakiyah Munir "Memposisikan Kodrat" Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam. Islam sejak awal menegaskan bahwa diskriminasi peran dan relasi gender adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang harus dieliminir (Q.S. an-Nisa [4]: 75), berbunyi:Yang artinya :“



‘’Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu daoat mengambil pelajaran.” (QS. 16:90)[6]
·         Konsep Gender Dalam Kehidupan
Telah disebut di atas bahwa perbedaan perlakuan antara perempuan dan laki-laki mempengaruhi kehidupan perempuan dan laki-laki baik secara langsung maupun tidak langsung di masyarakat. Hal ini dapat kita lihat di :
A. Lingkungan keluarga
Keluarga adalah tempat terpenting bagi seseorang karena merupakan tempat pendidikan yang pertama kali, dan di dalam keluarga pula seseorang paling banyak bergaul serta mengenal kehidupan. Menurut teori gender kedudukan yang terpenting bagi perempuan dalam keluarga adalah sebagai istri dan ibu yang mengatur jalannya rumah tangga serta memelihara anak (Beechey 1986:126). Untuk menjalankan tugas sebagai istri dan ibu perempuan diharapkan dapat memasak, menjahit, memelihara rumah serta melahirkan. Sehubungan dengan tugas ini alangkah baiknya bila kedudukan seorang istri di rumah. Sebaliknya, menurut ideologi ini kedudukan laki-laki yang terpenting dalam suatu keluarga adalah sebagai seorang suami yang bertanggung jawab sebagai pencari nafkah utama. Karena tugasnya sebagai pencari nafkah sering seorang suami tidak peduli dan tidak mau tahu dengan urusan rumah tangga, sebab dia merasa sudah memberi uang untuk jalannya roda rumah tangga (Smith 1988:154).Bila melihat kondisi masyarakat pada saat ini, tampak konsep-konsep di atas sudah agak  bergeser. Banyak istri yang bekerja mencari nafkah di luar rumah. Penghasilan istri juga berfungsi menambah penghasilan. Istri yang bekerja mencari nafkah di luar rumah
biasanya harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari suami. Pada umumnya hingga saat ini meskipun istri bekerja, sang suami tetap tidak ingin bila posisi dan penghasilan yang diperoleh istri melebihi sang suami dan penghasilan suami tetap merupakan penghasilan pokok bagi keluarga.



Di samping istri bekerja mencari nafkah di luar rumah tanggung jawab urusan rumah tangga tetap ada di pihak istri sehingga dapat dibayangkan beratnya beban yang ditanggung oleh seorang istri bila ia bekerja di luar rumah meskipun perempuan sudah dapat bekerja di luar rumah, pada saat ini masih tetap tampak berlakunya konsep gender, sebagai contoh istri yang bekerja masih harus memperhitungkan perasaan suami dengan tidak mau meraih posisi yang lebih tinggi darisuami sehingga sering mereka bekerja tanpa ambisi. Sering timbul dilema bagi dirinya untuk memilih antara karier dan keluarga
B. Lingkungan Pendidikan
Di bidang pendidikan tampak bahwa konsep gender juga dominan. Sejak masa kanak-kanak ada orang tua yang memberlakukan pendidikan yang berbeda berdasarkan konsep gender ;sebagai contoh kepada anak perempuan diberi permainan boneka sedang anak laki-laki memperoleh mobil-mobilan dan senjata sebagai permainannya. Bila diingat bahwa pada jaman kartini berlaku perbedaan pendidikan bagi anak perempuan dan laki-laki, tampaknya saat ini juga masih demikian. Sebagai contoh masyarakat kita masih menganggap bahwa anak perempuan lebih sesuai memilih jurusan bahasa, pendidikan atau pendidikan rumah tangga, sebaliknya anak laki-laki lebih sesuai untuk jurusan teknik. Perempuan dianggap lemah di bidang matematika,sebaliknya laki-laki dianggap lemah di bidang bahasa. Pada keluarga yang kondisi ekonominya terbatas banyak dijumpai pendidikan lebih diutamakan bagi anak laki-laki meskipun anak perempuannya jauh lebih pandai, keadaan ini menyebabkan lebih sedikitnya jumlah perempuan yang berpendidikan. (Millar 1992).

4. STRATIFIKASI DALAM ERA GLOBAL
            Proses modernisasi dan Globalisasi mencakup proses yang sangat luas yang kadangkadang tak dapat ditetapkan batas-batasnya secara mutlak. Di Indonesia misalnya, modernisasi terutama ditekankan pada sektor pertanian, industri, di samping faktor-faktor lainnya. Di Indonesia pelaksanaan modernisasi terutama melalui perubahan-perubahan yang direncanakan, yakni sebagaimana dilaksanakannya program pembangunan lima tahun (Repelita) yang mulai berlangsung sejak tanggal 1 April 1969.



Pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern (dalam arti teknologi dan organisasi sosialnya), ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menyamai negara-negara barat yang stabil.  Karakteristik yang umum daripada modernisasi menyangkut aspek-aspek sosio-demografi dari masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografi yang digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility), yaitu suatu proses di mana unsur-unsur sosial ekonomi dan psikologis dari masyarakat, mulai menunjukkan adanya peluang-peluang ke arah pola-pola yang baru melalui sosialisasi dan pola-pola perikelakuan, yang berujud pada aspekaspek kehidupan modern seperti misalnya mekanisasi, mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita, dan sebagainya.
Aspek-aspek strukturil dari organisasi sosial diartikan sebagai unsur-unsur dan norma-norma kemasyarakatan yang terujud apabila manusia mengadakan hubungan dengan sesamanya di dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan perubahan-perubahan strukturil itu sendiri dapat menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan, stratifikasi sosial, hubungan-hubungan, dan lain-lain.
Modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial, yang biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah (directed change) yang didasarkan pada suatu perencanaan (jadi juga merupakan intended atau planned-change). Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi oleh masyarakat yang bersangkutan, oleh karena proses-proses tersebut bisa meliputi bidang-bidang yang sangat luas, yang menyangkut proses disorganisasi, problem-probem sosial, konflik-konflik antar kelompok, hambatan-hambatan terhadap perubahan dan sebagainya. Sebagaimana ditulis, proses modernisasi dapat menimbulkan persoalan-persoalan sosial, seperti persoalan-persoalan yang berhubungan dengan community organization, pembagian kerja, aktivitas untuk mengisi waktu-waktu senggang, dan lain-lain. Pada awal proses modernisasi yang biasanya berupa industrialisasi misalnya, problem pengangguran merupakan persoalan yang meminta perhatian yang mendalam.
Di satu pihak inovasi di bidang teknologi menyebabkan persoalan pengangguran (khususnya di negara-negara yang baru mengenal modernisasi), sedangkan di pihak lain (negara-negara maju) juga terjadi problem sosial, misalnya saja yang berkaitan dengan bagaimana cara-cara mengisi waktuwaktu luang masyarakatnya. Dalam hal ini (di negara-negara maju), aktivitas-
aktivitas untuk mengisi waktu senggangnya yang biasanyam berhubungan dengan upacara dan tradisi, menjadi pudar akibat adanyamperkembangan teknologi yang cepat tersebut. Selain itu, di bidang budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat akibat proses modernisasi dan indutrialisasi (khususnya pasca Perang Dunia ke II), telah menimbulkan berbagai dampak yang cukup serius bagi peradaban umat manusia.
Dalam hal ini, meskipun berbagai kemajuan itu telah mendatangkan manfaat berupa dimudahkannya manusia akibat dibantu kemajuan iptek, namun di sisi lainnya iptek juga telah membawa laknat, khususnya bagi kehidupan di planet bumi ini.Berbagai kerusakan lingkungan, polusi udara, tanah, ataupun air, bencana alam, maupun berbagai kerusakan akhlak yang diakibatkan oleh munculnya budaya global.[7] Sebab pada saat ini, di mana perkembangan teknologi komunikasi dan informasi mencapai taraf yang sangat canggih, sehingga berbagai informasi global masuk ke berbagai negara atau belahan dunia, termasuk ke Indonesia.
Berbagai nilai-nilai budaya global tersebut ada yang bersifat positif dan juga negatif. Nah akibat derasnya serbuan arus budaya global yang bersifat negatif yang masuk ke berbagai negara inilah yang berpengaruh besar terhadap akhlak manusia, khususnya tentu saja para generasi muda. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, apabila terjadi pengaruh budaya luar yang masuk ke suatu negara atau masyarakat maka akan timbul respon (reaksi). Berbagai reaksi itu ada yang bersifat menolak, menyesuaikan (menerima), maupun menerima namun dengan paksaan oleh karena misalnya budaya dari masyarakat tersebut kurang dominan jika dibandingkan dengan budaya luar (asing) yang masuk.  Nah di sinilah yang perlu kita perhatikan, sebab dengan masuknya arus budaya global (akibat lemahnya budaya lokal) maka dapat berakibat pada kerusakan akhlak suatu bangsa, terutama bagi generasi mudanya. Coba kalian perhatikan, bagaimana saat ini di kalangan generasi muda yang ikut-ikutan mengikuti mode pakaian, gaya rambut, gaya aksesoris, dan bahkan gaya hidup ala orang-orang barat, khususnya para selebritisnya.
Tidak kita pungkiri pula, bahwa akibat perubahanperubahan yang ditimbulkan arus globalisasi juga telah menyebabkan dunia semakin transparan dan semakin sempit. Akibatnya dunia pun mengalami era keterbukaan serta demokratisasi. Sementara di bidang ekonomi muncul pasar bebas, dan persaingan guna saling mengejar atau meningkatkan kualitas barang-barang.


Itulah sebabnya, HAR Tilaar dalam prespektif global (1998) mengung-kapkan bahwa di era keterbukaan ini telah memunculkan masyarakat mega kompetisi, di mana setiap orang berlomba untuk berbuat yang terbaik untuk mencapai yang terbaik pula.Untuk itulah agar bisa berkompetisi dengan yang lain maka diperlukan adanya hasil ataupun kualitas yang tinggi pula. Selanjutnya, oleh karena era globalisasi (keterbukaan) merupakan eranya mengejar keunggulan dan kualitas, sehingga masyarakat pun akan menjadi semakin dinamis, aktif, serta kreatif.[ps]

5. STRATIFIKASI MENURUT RAS DAN ETNIK
            Konsep ras dan enik telah lama menjadi suatu bagian penting dari perbendaharaan terminologi sosiolog dan ilmuan sosiologi lainya. Ini disebabkan karena sekurang-kurangnya beberapa ratus tahun lalu ras dan etnik merupakan faktor yang sangat mendasar bagi konstuksi sejumlah sistem sebuah stratifikasi. Cukup lama para pakar mendekati konsep ini dengan mengartikanya menurut pengertian biologis, dimana ras dipandang sebagai kelompok orang ang dipisahkan oleh genetik yang berbeda. Sehingga muncul berbagai istilah seperti ‘stok’’(keurunan) dan ‘’ sustok’’(subketurunan).
            Dari pendapat berbagai tokoh seperti Van Der Berghe bahwa ras itu terbagi atas dua yaitu ras paternalistik dan kompetitif. Ras paternalistik adalah ciri masyarakat yang ada dalam masa pra industri, yang didasarkan pada produksi pertanian berskala besar, khususnya pertanian perkebunan. Di dalam satu sistem paternalistik masyarakat terstratifikasi secara ketat kedalam kelompok ras yang mirip kasta dan banyak ilmuan sosial menyebut kelompok-kelompok ras yang dibedakan secara ras itu sebagai ‘’kasta-kasta’’. Ada perbedaan yang signifikan antara kasta-kasta itu seperti pendidikan,pekerjaan, kesehatan dan pola hidup.
            Sementara itu ras kompetiitif adalah ras yang berbeda dengan ras paternalisik, dimana ras kompetitif ini merupakan ciri masyarakat industri yang mempunyai pembagian kerja dan sistem produksi yang didasarkan pada manufaktur. Model strata seperti tuan dan pelayan yang ada pada ras paternalistik telah tergantikan dengan kompetisi yang keras antara kelas subordinat dan kelas pekerja yang dominan. Ciri-ciri ras paternalistik yang bermurah hati sebagian besar hilang dan diganti oleh sikap bermusuhan dan benci oleh banyak anggota kelompok dominan terhadap kelompok dibawahnya.yang paling khas adalah banyak anggota kelompok ras yang dominan masuk dalam persaingan dengan kelompok yang lebih rendah, sehingga disebut kompetitif.[8]

KESIMPULAN
            Stratifiksasi sosial merupakan ketidaksamaan strata atau perbedaan kelas dan derajat yang ada dalam masyarakat. Strata itu terbentuk karena adanya beberapa faktor penting, diantaranya ialah kekayaan, kecerdasan, kekuasaan, dan lain-lain. Kemudian stratifikasi sosial ini memiliki beberapa bentuk diantaranya kasta-kasta dan kelas sosial, sehingga kita bisa melihat perbedaan atau bentuk strata yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.
            Kelas sosial biasa disebut dengan diferent social adalah sebagai suatu strata ( lapisan ) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum ( rangkaian kesatuan ) status sosial. Kelas sosial juga didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah.
            Konsep gender berbeda dengan sex, sex merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang pada akhirnya menjadikan perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan, berdasar pada jenis kelamin yang dimilikinya, sifat biologis, berlaku universal dan tidak dapat diubah. Adapun gender (Echols dan Shadily, 1976, memaknai gender sebagai jenis kelamin) adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Faqih, 1999), dengan begitu tampak jelas bahwa pelbagai pembedaan tersebut tidak hanya mengacu pada perbedaan biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial budaya.
            Konsep ras dan enik telah lama menjadi suatu bagian penting dari perbendaharaan terminologi sosiolog dan ilmuan sosiologi lainya. Ini disebabkan karena sekurang-kurangnya beberapa ratus tahun lalu ras dan etnik merupakan faktor yang sangat mendasar bagi konstuksi sejumlah sistem sebuah stratifikasi. Cukup lama para pakar mendekati konsep ini dengan mengartikanya menurut pengertian biologis, dimana ras dipandang sebagai kelompok orang ang dipisahkan oleh genetik yang berbeda. Sehingga muncul berbagai istilah seperti ‘stok’’(keurunan) dan ‘’ sustok’’(subketurunan).





DAFTAR PUSTAKA
1.      Alquran al-karim
2.      Adian Husaini, Filsafat ilmu perspektif Barat dan Timur, (Yogyakarta: Gema Insani, 2013),
3.      Stephen Sanderson, Makro Sosiologi, Jilid  II , (Jakara : PT RajaGrafindo Persada, 1995),
4.      http://www.blogger.com


[1] Stephen Sanderson, Makro Sosiologi, Jilid  II , (Jakara : PT RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 3   
[2]Pernyatan  Lenski ini disampaikanya dengan jelas dan lugas dalam bukunya yang berjudul  , A Theory of social Stratifiksion, New York: McGraw 1966, yang dijelaskan kembali dalam Stephen Sanderson, Makro sosiologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1995), hal. 153. Dalam buku ini Stephen Sanderson menjelaskan persoalan-persoalan sosiologi secara lengkap dan rinci dan juga dia membedakan antara sosiologi yang bersifat makro dan yang bersifat mikro.    
[3]  Referensi ini penulis dapatkan dalam sebuah situs pada tanggal 12-april 2015 yang membahas mengenai stratifikasi sosial, faktor penyebabnya, dan bentuk-bentuk straifikasi. Walaupun hanya dari situs tapi ini merupakan informasi yang bagus bagi penulis demi kelengkapan makalah ini. 
[4] Ibid., www.blogger.com
[5] Lihat Stephen Sanderson,. Makro Sosiologi, hal. 395
[6] Alquran al-karim, An-nisa ayat 75.
[7] Adian Husaini, Filsafat ilmu perspektif Barat dan Timur, (Yogyakarta: Gema Insani, 2013), hal. 45
[8] Lihat Stephen Sanderson, Makro Sosiologi, hal. 357-358