SOCRATES
1.
Biografafi
Dalam sejarah filsafat yunani kita bisa menemukan
lahirnya banyak pemikir-pemikir yang sangat berguna bagi perkembangan dunia,
dan juga kita bisa menemukan bagaimana para pemikir itu berusaha untuk mengubah
keadaan dan cara berfikir yang ada didaerah kelahirannya. Tentunya dalam
perkembangan yang diusahakan itu para filsuf yunani menemukan berbagai protes
dari masyarakat saat itu, contohnya seperti Socrates yang berusaha untuk
mengubah pemikiran didaerahnya akan tetapi selalu mendapatkan perlawanan dari
para lawannya. Socrates adalah sosok yang dianggap sebagai seorang nabi bagi
para pengikut ajaranya sebab salah satu pemikiran yang berusaha dia ubah adalah
proses ibadah saat itu yang terlau mensakralkan benda-benda gaib. Athena adalah
daerah dimana dia memulai mengajarkan konsep-konsep pemikiranya sebab daerah
Athena ini adalah tempat kelahiran Socrates.[1]
Pemikir ini lahir pada tahun 470 SM dan menurut sejarahnya bahwa Socrates
memiliki seorang ayah yang berprofesi sebagai pemahat patung bernama
Sophroniskos sedangkan ibunya bernama phainarete adalah seorang bidan di
Athena. [2]
Sewaktu muda Socrates pernah menjadi seorang anggota
tentara karena pada waktu itu Athena khususnya selalu mendapatkan serangan dari
berbagai wilayah yang ada didekatnya. Socrates tidak pernah sedikitpun
meninggalkan kampung halamanya jika hanya untuk masalah yang kecil dan tidak
penting selain untuk berperang, sebab dia sangat mencintai tanah kelahiranya
itu. Pada masa tuanya setelah dia keluar dari keanggotaan militer Socrates
ingin mengubah pemikiran masyarakatnya dengan konsep pemikiranya sendiri sebab
dia mulai resah dengan perilaku kehidupan umum yang ada di Athena. Akhirnya
Socrates memulai mengajarkan ajaranya yang dimulai dari para pemuda-pemuda yang
ada di Athena, hal ini dikarenakan menurutnya para pemuda masih memiliki
pemikiran yang kritis mengenai kehidupan ini, mereka juga sering menanyakan
bagaimana sesuatu terjadi dan bagaimanakah sesuatu itu hilang. Inilah beberapa
factor yang menyebabkan Socrates memulai ajaranya dari para pemuda Athena. Akan
tetapi Socrates dalam sejarahnya saat menjalankan ajarannya itu selalu dipenuhi
banyak kedukaan dan yang paling ironis adalah dia dihukum mati oleh rezim saat
itu karena pemikiranya.
2. Pemikiran Socrates
a. Tentang
metode berfilsafat
Socrates adalah filsuf Athena pertama yang
mengajarkan cara berfikir dengan konsep pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan
pada lawan bicara. Hal ini bias kita anggap sebagai metode dialektika, sebab
setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang kita lontarkan pada lawan
bicara maka kita pula akan mencari jawaban kedua, ketiga, dan seterusnya
sehingga kita bisa mengambil kesimpulan dari jawaban-jawaban tadi. Hal ini
mungkin bisa kita katakan juga sebagai metode induksi sebab jika di telaah
secara mendalam maka kesimpulan yang kita ambil tadi adalah merupakan
kesimpulan yang umum dari berbagai jawaban yang bersifat khusus. Sebagai contoh
ketika Socrates bertanya pada mahasiswanya
’’pengetahuan
itu apa? Mahasiswa itu akan menjawab ilmu pasti, ilmu perbintangan dan lain
sebagainya. Socrates menyela,’bukan itu yang kumaksud akan tetapi adalah
pengertian dari pengetahuan? Maka mahasiswa itu akan menjawab lagi’’pengetahuan
adalah penglihatan, sebab apa yang saya lihat merupakan pengetahuan yang saya
dapatkan’’[3]
Begitulah cara Socrates dalam melontarkan
pertanyaan-pertanyaanya sehingga pada akhirnya dia dapat menarik sebuah
kesimpulan dari banyaknya jawaban yang didapatkanya. Metode berfilsafat yang
ditawarkanya ini adalah sebuah metode berfikir yang nantinya akan dikembangkan
oleh para murid maupun sahabat-sahabatnya seperti xenhopon, ariestoteles,
plato, dan ariestophanes. Inilah yang mungkin menurut kita semua menjadi proses
awal terbentuknya metode berfikir induksi seperti apa yang dijalankan oleh
ariestoteles pada zaman yunani kuno dan francis bacon pada zaman renaisains,
kemudian dijerman seorang filsuf yang bernama Hegel yang mencoba menawarkan
metode berfikir seperti ini. Oleh karena itu kita perlu memberikan suatu
apresiasi yang besar atas pemikiran Socrates ini sebab metode berfikir seperti
ini banyak digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari dan juga metode ini
menawarkan sikap yang ideal dalam menghadapi semua permasalahan kehidupan yang
sangat kompleks ini.
b. Tentang
objek baru dalam penelitian filsafat
Socrates adalah sosok yang sangat berbeda dari para
filsuf yang ada sebelum dirinya, hal ini dapat kita lihat dari permasalahan
objek kajian filsafat bagi Socrates. Objek yang sangat penting bagi filsafat
menurutnya bukanlah lagi alam seperti apa yang telah disinggung oleh para
pendahulunya, akan tetapi adalah manusia. Hal ini dikarenakan manusia adalah
segala yang menjadi penentu alam atu pemelihara alam sehingga manusia bagi
Socrates haruslah menjadi sosok yang bersifat melindungi baik alam maupun
sesamanya. Karena itulah seorang filsuf Roma yang bernama seperti dalam
kutipanya mengatakan bahwasanya’’socrates telah menurunkan filsafat dari langit
dan telah menyebarkanya demi kebaikan umat manusia, ia mengganttarkanya ke
kota-kota, memperkenalkanya ke rumah-rumah, dan memaksanya untuk menelaah
khidupan, etika, dan kebaikan’’.[4]
Karena pandangan seperti ini maka tak jarang
Socrates pada masanya sering dikatakan sebagai seorang nabi yang telah diutus
oleh yang maha kuasakedunia ini untuk menjalankan dan menyebarkan segala bentuk
keadilan agar dunia ini menjadi tertata dengan sebaik-baiknya. Olehnya Socrates
dalam kehidupanya jarang sekali membicarakan masalah alam atau nature, sebab
baginya alam adalah urusan tuhan. Apakah dunia ini dijadikan dari apa dan untuk
tujuan apa itu merupakan urusan tuhan semata, manusia hanyalah pemelihara alam
yang telah dititipkan kepada kita sebagai mahluk yang berakal. Hal inilah juga
yang menyebabkan para sejarawan modern tidak memasukan Socrates dalam kumpulan
filsuf alam sebagaimana thales, phytaghoras, anaximendes, Heraclitus,
Democritus, dan lain-lain.
c. Tentang
etika dan jiwa
Dalam konsep etika Socrates kita akan dikenalkan
pada konsep ‘’eudomonia’’ yang artinya kebahagiaan. Kebahagiaan ini adalah
menjadi tujuan tertinggi manusia dan sekaligus menjadi ketenangan jiwa bagi
manusia itu sendiri. Jiwa menjadi tenang diakibatkan dalam jiwa itu telah
terdapat banyak kebaikan-kebaikan yang dengan itu manusia bisa mencapai suatu
kebahagiaan yang hakiki. Jika seorang manusia telah menemukan kebahagiaan yang
menjadi tujuan itu maka diri dan jiwanya akan mendapatkan atau secara inheren
akan melekat suatu sikap yang Socrates menyebutnya dengan ‘’keutamaan’’.
Socrates mengatakan bahwa’’tujuan tertinggi manusia
adalah membuat diri dan jiwanya menjadi sebaik mungkin’’, yang dimaksud jiwa
disini bagi Socrates adalah kepribadian yang menjadi intisari manusia.[5]
Kepribadian atau jiwa manusia ini jika baik maka jiwa itu akan mendapatkan
suatu keutamaan yang sangat tinggi dan tidak mungkin jiwa yang baik itu akan
memalingkan dirinya dari suatu keutamaan. Hal ini dikarenakan jiwa itu telah
mencapai konsep eudomonia tadi yaitu kebahagiaan tertinggi yang menjadi tujuan
hidup manusia. Keutamaan ini memiliki suatu kebaikan yang pasti melekat padanya
sampai kapanpun sebagai contoh ketika
seseorang memiliki keutamaan sebagai pemahat patung maka patung yang akan
dihasilkanya adalah patung yang bagus dan baik sebab memahat telah menjadi
keutamaannya.
Keutamaan dan kebaikan adalah dua hal yang sangat
koheren atau berkaitan, sebab tidak akan mungkin seseorang yang telah memiliki
keutamaan maka ia akan menghasilkan hasil yang buruk. Seseorang dikatakan
memiliki keutamaan apabila sesuatu yang dihasilkanya selalu dalam kualitas baik
dan tidak memiliki keutamaan jika yang dihasilkanya belum berkuualitas baik
atau masih buruk. Selanjutnya Socrates membagi keutamaan menjadi tiga bagian pertama jika manusia melakukan suatu
kesalahan dengan sengaja maka ia tidak mempunyai pengetahuan tentang kebaikan,
sebab jika seseorang melakukan keburukan dengan sengaja maka berarti ia belum
paham bahwa yang dilakukanya itu adalah sebuah keburukan. Kedua keutamaan itu menyeluruh, contohnya ketika seseorang memiliki
sifat tidak sombong, maka secara otomatis dia juga adalah sosok yang adil, baik,
dan sebagainya, sebab keutamaan itu tidak mungkin hanya memiliki satu kebaikan
saja. Ketiga keutamaan itu adalah
pengetahuan, maka keutamaan itu bisa kita ajarkan pada orang lain.[6]
Itulah beberapa pembagian keutamaan bagi Socrates
yang dapat kita jadikan sebagai acuan dalam hidup ini supaya tetap berbuat
baik, akan tetapi tidak ada salahnya juga bila kita mengkritiknya. Tentunya ini
bukan merupakan acuan kita satu-satunya tapi jika diteliti secara seksama maka
etika yang ditawarkanya ini bisa di anggap sebagai motivasi bagi kita dalam hidup ini.
[1]
Maskur Arif Rahman, Sejarah filsafat
Barat, (Yogyakarta: IRGISoD, 2013), hal. 136
[2]
Ibid,. hal 137
[3]
Akhyar Yusuf Lubis, Paul Feyerabend, (Bandung:
Teraju, 2003), hal. 24
[4]
Josteein Garder, Dunia Shophi,
(Bandung: Mizan,2001), hal. 52
[5]
K. Bertrens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta:
Kanisius, 1999), hal. 108
[6]
Lihat Maskur Arif Rahman, Sejarah
filsafat Barat,... hal. 147