BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya filsafat menurut Bertrand Russel berawal dari
konsep tentang hidup dan dunia. Para filosof dunia kebanyakan beranggapan bahwa
yang satu haruslah sebagai substansi material. Bermula dari anggapan tentang
asal segala sesuatu, Thales (585 SM) yang diberi julukan sebagai “Bapak
Filsafat” beranggapan bahwa segala sesuatu berasal dari air . Anaximinisme
beranggapan bahwa substansi itu adalah udara, sedang Heraklitos menganggapnya
api, yang akan melahirkan intelegensia, dan jika ditinjau dari segi spritualnya
api tidak lain adalah logos. Pytagoras (535-515 SM) dengan argumentasi deduktif
matematikanya yang bercorak mistis percaya bahwa bilanganlah yang berperan
sebagai pemersatu aneka ragam dalam suasana kosmos.
Parmedines (450 SM), doktrinnya telah berpengaruh terhadap
Plato. Sampai pada lahirnya teori atomis oleh Leucippus dan Demokraritus
(Bertens, 1975: 82). Sampai pada Socrates, Plato, dan Aristoteles. Pada abad ke
XVIII dan awal abad ke XX terdapat dua aliran besar yang mendominasi pemikiran
filsafat yaitu filsafat idealisme dan filsafat empirisme. Idealisme berkembang
pesat dalam tradisi filsafat Jerman sedangkan empirisme berkembang di Inggris.
Aliran filsafat tersebut berkembang terus menerus sampai pada abad ke XX
ditandai dengan kemunculan filsafat bahasa yang dipelopori oleh filosof-filosof
kontemporer yang menggunakan analisis bahasa melalui gejala-gejala yang nampak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Biografi Bertrand Russell
2. Bagaimana
Konsep otomisme logis Bertnard Russell
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui
Biografi Bertrand Russell
2. Mengetahui
Konsep otomisme logis Bertnard Russell
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Bertrand Russell
Bertrand Russel (1872-1970)
lahir dari keluarga bangsawan. Pada umur 2 dan 4 tahun berturut-turut ia
kehilangan ibu dan ayahnya. Ia dibesarkan di rumah orang tua ayahnya. Di
Cambrige, ia belajar ilmu pasti dan filsafat, antara lain pada A. Whitehead.
Kita sudah mendengar bahwa George Moore termasuk sahabatnya. Selama hidupnya
yang amat panjang, ia menulis banyak sekali, 71 buku dan brosur tentang
berbagai pokok, antara lain filsafat, masalah-masalah moral, pendidikan,
sejarah, agama, dan politik. Pada tahun 1950 ia memperoleh hadiah Nobel bidang
sastra. Namanya menjadi masyhur di seluruh dunia terutama karena pendapat
pendapatnya yang nonkonformistis tentang moral dan politik. Dari sudut ilmiah
jasanya yang terbesar terdapat di bidang logika Matematis.
Pemikiran filosofis Bertrand
Russell yaitu ia mencoba menggabungkan logika Frege tersebut dengan
empirisme yang sebelumnya telah dirumskan oleh David Hume. Bagi Russell, dunia
terdiri dari fakta-fakta atomis (atomic facts). Dalam konteks ini,
kalimat-kalimat barulah bisa disebut sebagai kalimat bermakna, jika kalimat
tersebut berkorespondensi langsung dengan fakta-fakta atomik. Ludwig
Wittgenstein (1889-1951) juga nantinya banyak dipengaruhi oleh Russell. Dia
sendiri mempengaruhi Lingkaran Wina dan membantu membentuk aliran positivisme
logis pada dekade 1920-1930 an.
B.
Konsep Otomisme Logis Bertnard Russell
Pada mulanya russell mengikuti garis
pemikiran moore sebagai upaya untuk menentang pengaruh kaum hegelian di Inggris
dengan bertitik tolak pada akal sehat (common sense).Namun pada perkembangan
selanjutnya russell, rusel mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang
diambil moore.Bagi rusel penggunaan bahasa biasa dalam maksud filsafat yang
diinginkan moore tidak tepat. Russel tidak maksud mengarahkan teknik analisis
yang diajukan oleh moore untuk menentang ungkapan kosong dari kaum Hegelian,
akan tetapi russel akan mencoba membentuk filsafat yang bercorak ilmiah dengan
cara ”menerapkan metode ilmiah pada filsafat”.
Russell menentukan titik tolak
pemikiranya berdasarkan bahasa logoka. Sebab ia berkeyakinan bahwa teknik
analisis yang didasarkan pada bahasa logika itu dapat menjelaskan struktur
bahasa dan struktur realitas.Analisis logis mengandung pengertian, suatu upaya
untuk mengajukan alasan apriori yang tepat bagi pernyataan, sedangkan sentesa
logik berarti menentukan makna peryataan atas dasar empirik/pengalaman. Namun
russel mendahulukan analisis logik dari pada sentesa logik, karena teori yang
melulu bersifat empirik (didasarkan atas fakta) tidak dapat menjangkau hal-hal
yang bersifat universal. Baginya, kebenaran yang bersifat logik dan matematik
-diungkapkan melalui analisis logik-, menyakinkan kita untuk mengakui
kepribadian sifat-sifat “universal” yang tak terubahkan, padahal banyak teori
yang bersifat empirik murni tidak dapat mempertanggung jawabkan hal seperti
itu.
Berdasarkan uraian diatas tampak jelas
bahwa russell hendak menyusun teori atomisme logis dengan berpijak pada bahasa
logika. Dengan bahasa logika itulah ia melakukan kerja analisis bahasa bagi
bahasa filsafat untuk memperoleh apa yang disebutnya sebagai atom-atom logis
atau proposisi atonomis.
1. Corak
logik (logical types)
Russel mensinyalir adanya perbedaan
corak logik ini melalui perbandingan antara dua kalimat yang struktur bahasanya
sama, namun memiliki struktur logik yang berbeda.
Contoh:
“A dan B dapat dikatakan memiliki
corak logik yang sama, jika unsur A mengandung unsur kesesuaian dengan unsur B,
sehingga akibat yang berlaku atau unsur lawan bagi B dapat digantikan pada A”.
Dengn memahami corak logik yang
terkandung dalam ungkapan, kita dapat membedakan antara bentuk tatabahasa
(penampakan bentuk logik) dengan bentuk sintaksis (bentuk logik yang nyata)
dari sebuah kalimat.
2. Prinsip Isomorfi
(kesepadanan)
Menurut russell seluruh pengetahuan
hanya dapat difahami apabila diungkapkan dalam bentuk bahasa logika. Russell
berkeyakinan, dengan memadukan prinsip matematik kedalam prinsip logika, ia
mampu memecahkan persoalan filsafat.
Menurut russell analisis bahasa yang
benar itu dapat menghasilkan pengetahuan yang benar pula tentang dunia, karena
unsur yang paling kecil dari bahasa (proposisi atomik). Atau dengan kata lain,
ada kesamaan) antara unsur dunia fakta atau realita disatu pihak dan dunia kata
(bahasa) atau simbol di pihak lain: ada isomorfi (kesepadanan) antara unsur
bahasa dan unsur kenyataan. Prinsip isomorfi ini berkaitan erat dengan dasar
acuan bagi suatu kata atau ungkapan.
3. Fungsi
Kebenaran
Analisis logis terhadap bahasa akan
menempatkan studi tentang tatabahasa yang mampu menjelaskan secara lebih terang
persoalan-persoalan filsafat ketimbang sesuatu yang dianggap sudah benar oleh
kebanyakan filsuf.
4. Proposisi
Atomik dan Proposisi Majemuk
Pembahasan proposisi atomik dan
proposisi majemuk ini berkaitan erat dengan upayanya untuk menjelaskan
ksepadanan antara struktur bahasa dengan struktur realitas. Sebab bahasa
dianggap sebagai keseluruhan dari proposisi atomik itu tidak hanya mengacu pada
fakta fakta atomik yang mengacu membentuk relitas, tetapi bahas itu juga
merupakan “lahan” yang akan digarap melalui teknik analisis logik. Bahasa “
khususnya bahas filsafat” dapat mencerminkan realitas sejauh dapat dilakukan
analisis logik yang diikuti dengan sintesa logik, sehingga iperoleh proposisi
yang paling sederhana yang mengacu kepada fakta yang paling sederhana pula
“fkta atomik ”yaitu propoisi stomik” yaitu proposisi atomik. Setiap proposisis
itu ada pada hakikatnya mengacu pada dua hal yaitu “data inderawi
(particularia) yang merupakan hasil persepsi konkret individual, dan sifat atau
hubungan (universalia) dri data inderawi itu tadi.
Suatu proposisi (dapat bernilai
benar atau salah) yang menjelaskan suatu fakta atomik itu dinamaka proposisi
atomik. Proposisi atomik ini merupakan bentuk proposisi yang paling sederhana,
karena sama sekali tidak memuat unsur-unsur majemuk.
Misalnya: x adalah y (ini adalah
putih) atau xRy (ini berdiri di samping itu). Setiap proposisi itu memiliki
mempunyai makna sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain. Dengan memberikan
kata penghubung seperti “ada”, atau “atau”, maka kita dapat membentuk suatu
proposisi majemuk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam perkembangan pemikiran
filsafat di Iggris, permulaan abad XX, muncullah suatu perkembangan pemikiran
yang baru yang oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai suatu perubahan
yang radikal atau sebagai suatu ‘revolusi’. Perkembangan baru ini membawa
perubahan dalam gaya, arah dan corak pemikirannya.
Pusat dari gerakan pemikiran
filsafat yang baru ini adalah di Cambridge Inggris yang dirintis oleh G.E.
Moore (1873-1958). Dan sebagai tokoh utamanya yaitu Bertrand Russell
(1872-1970) dan Ludwig Wittgestein (1889-1951).
Bertrand Russell sendiri sebenarnya
sebagai seorang penganut empirisme yang mengikuti jejak John Locke dan David
Hume, sehingga konsep filosofisnya nampak adanya garis-garis filsafat
empirisme. Nama ‘Atomisme logis’ yang dipilih oleh Bertrand Russell menunjukkan
adanya pengaruh dari David Hume dalam suatu karyanya yang berjudul ‘An Enguiry
Concerning Human Understanding’. Struktur pemikiran atomisme logis diilhami
oleh konsep Hume tentang susunan ide-ide dalam pengenalan manusia. Menurut Hume
semua ide yang kompleks itu terdiri atas ide-ide yang sederhana atau ide yang
atomis (atomic ideas) yang merupakan ide yang terkecil. Hume percaya bahwa
filsuf itu hendaknya melaksanakan analisis fisikologis terhadap ide. Dalam
kaitan ini Bertrand Russell menolak atomisme fisikologisnya David Hume dan
analisis itu bukannya pada aspek fisikologis namun dilakukan terhadap
proposisi-proposisi. Atas dasar inilah Bertrand Russell memilih nama atomisme
logis dari pada realisme.
Walaupun pemikiran atomisme logis
yang dikembangkan oleh Bertrand Russell dipengaruhi oleh empirisme terutama
John Locke dan David Hume, namun dalam kenyataannya tradisi idealispun juga
memberikan garis dan warna dalam pemikirannya. Pengaruh pemikiran idealisme
tersebut antara lain dari F.H. Bradley dan pemikiran analitis G.E. Moore. F.H.
Bredly mempengaruhi bidang formulasi logika proposisi sedangkan G.E. Moore
memberikan tekanan pada ciri analisisnya. Demikianlah dalam kenyataannya
munculnya pemikiran baru atomisme logis di Inggris tidak dapat dipisahkan
dengan para tokoh yang mempengaruhi dan memberikan sumbangan kepada atomisme
logis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mustansir,
rizal. Filsafat analitik Sejarah Perkembangan Dan Peranan Tokohnya.
yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007
2. Hidayat,
Asep Ahmad, Filsafat Bahasa mengungkap hakikat bahasa, makna dan tanda.
Bandung, PT Remaja rosdakarya, 2009
3. Drs.
Kaelan, M.s.” Filsafat bahasa Masalah Dan Perkembangannya” ,Yogyakarta,
paradigma. http://www.uin-malang.ac.id/index.