Minggu, 03 Maret 2019

Pemikiran bertran russel

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Munculnya filsafat menurut Bertrand Russel berawal dari konsep tentang hidup dan dunia. Para filosof dunia kebanyakan beranggapan bahwa yang satu haruslah sebagai substansi material. Bermula dari anggapan tentang asal segala sesuatu, Thales (585 SM) yang diberi julukan sebagai “Bapak Filsafat” beranggapan bahwa segala sesuatu berasal dari air . Anaximinisme beranggapan bahwa substansi itu adalah udara, sedang Heraklitos menganggapnya api, yang akan melahirkan intelegensia, dan jika ditinjau dari segi spritualnya api tidak lain adalah logos. Pytagoras (535-515 SM) dengan argumentasi deduktif matematikanya yang bercorak mistis percaya bahwa bilanganlah yang berperan sebagai pemersatu aneka ragam dalam suasana kosmos.[1]
Parmedines (450 SM), doktrinnya telah berpengaruh terhadap Plato. Sampai pada lahirnya teori atomis oleh Leucippus dan Demokraritus (Bertens, 1975: 82). Sampai pada Socrates, Plato, dan Aristoteles. Pada abad ke XVIII dan awal abad ke XX terdapat dua aliran besar yang mendominasi pemikiran filsafat yaitu filsafat idealisme dan filsafat empirisme. Idealisme berkembang pesat dalam tradisi filsafat Jerman sedangkan empirisme berkembang di Inggris. Aliran filsafat tersebut berkembang terus menerus sampai pada abad ke XX ditandai dengan kemunculan filsafat bahasa yang dipelopori oleh filosof-filosof kontemporer yang menggunakan analisis bahasa melalui gejala-gejala yang nampak.

B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Biografi Bertrand Russell
2.      Bagaimana Konsep otomisme logis Bertnard Russell

C.   Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Biografi Bertrand Russell
2.      Mengetahui Konsep otomisme logis Bertnard Russell
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Biografi Bertrand Russell
Bertrand Russel (1872-1970)  lahir dari keluarga bangsawan. Pada umur 2 dan 4 tahun berturut-turut ia kehilangan ibu dan ayahnya. Ia dibesarkan di rumah orang tua ayahnya. Di Cambrige, ia belajar ilmu pasti dan filsafat, antara lain pada A. Whitehead. Kita sudah mendengar bahwa George Moore termasuk sahabatnya. Selama hidupnya yang amat panjang, ia menulis banyak sekali, 71 buku dan brosur tentang berbagai pokok, antara lain filsafat, masalah-masalah moral, pendidikan, sejarah, agama, dan politik. Pada tahun 1950 ia memperoleh hadiah Nobel bidang sastra. Namanya menjadi masyhur di seluruh dunia terutama karena pendapat pendapatnya yang nonkonformistis tentang moral dan politik. Dari sudut ilmiah jasanya yang terbesar terdapat di bidang logika Matematis.[2]
Pemikiran filosofis Bertrand Russell  yaitu ia mencoba menggabungkan logika Frege tersebut dengan empirisme yang sebelumnya telah dirumskan oleh David Hume. Bagi Russell, dunia terdiri dari fakta-fakta atomis (atomic facts). Dalam konteks ini, kalimat-kalimat barulah bisa disebut sebagai kalimat bermakna, jika kalimat tersebut berkorespondensi langsung dengan fakta-fakta atomik. Ludwig Wittgenstein (1889-1951) juga nantinya banyak dipengaruhi oleh Russell. Dia sendiri mempengaruhi Lingkaran Wina dan membantu membentuk aliran positivisme logis pada dekade 1920-1930 an.

B.   Konsep Otomisme Logis Bertnard Russell
Pada mulanya russell mengikuti garis pemikiran moore sebagai upaya untuk menentang pengaruh kaum hegelian di Inggris dengan bertitik tolak pada akal sehat (common sense).Namun pada perkembangan selanjutnya russell, rusel mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang diambil moore.Bagi rusel penggunaan bahasa biasa dalam maksud filsafat yang diinginkan moore tidak tepat. Russel tidak maksud mengarahkan teknik analisis yang diajukan oleh moore untuk menentang ungkapan kosong dari kaum Hegelian, akan tetapi russel akan mencoba membentuk filsafat yang bercorak ilmiah dengan cara ”menerapkan metode ilmiah pada filsafat”.
Russell menentukan titik tolak pemikiranya berdasarkan bahasa logoka. Sebab ia berkeyakinan bahwa teknik analisis yang didasarkan pada bahasa logika itu dapat menjelaskan struktur bahasa dan struktur realitas.Analisis logis mengandung pengertian, suatu upaya untuk mengajukan alasan apriori yang tepat bagi pernyataan, sedangkan sentesa logik berarti menentukan makna peryataan atas dasar empirik/pengalaman. Namun russel mendahulukan analisis logik dari pada sentesa logik, karena teori yang melulu bersifat empirik (didasarkan atas fakta) tidak dapat menjangkau hal-hal yang bersifat universal. Baginya, kebenaran yang bersifat logik dan matematik -diungkapkan melalui analisis logik-, menyakinkan kita untuk mengakui kepribadian sifat-sifat “universal” yang tak terubahkan, padahal banyak teori yang bersifat empirik murni tidak dapat mempertanggung jawabkan hal seperti itu.
Berdasarkan uraian diatas tampak jelas bahwa russell hendak menyusun teori atomisme logis dengan berpijak pada bahasa logika. Dengan bahasa logika itulah ia melakukan kerja analisis bahasa bagi bahasa filsafat untuk memperoleh apa yang disebutnya sebagai atom-atom logis atau proposisi atonomis.
1.      Corak logik (logical types)
Russel mensinyalir adanya perbedaan corak logik ini melalui perbandingan antara dua kalimat yang struktur bahasanya sama, namun memiliki struktur logik yang berbeda.
Contoh:
“A dan B dapat dikatakan memiliki corak logik yang sama, jika unsur A mengandung unsur kesesuaian dengan unsur B, sehingga akibat yang berlaku atau unsur lawan bagi B dapat digantikan pada A”.
Dengn memahami corak logik yang terkandung dalam ungkapan, kita dapat membedakan antara bentuk tatabahasa (penampakan bentuk logik) dengan bentuk sintaksis (bentuk logik yang nyata) dari sebuah kalimat.
2.       Prinsip Isomorfi (kesepadanan)
Menurut russell seluruh pengetahuan hanya dapat difahami apabila diungkapkan dalam bentuk bahasa logika. Russell berkeyakinan, dengan memadukan prinsip matematik kedalam prinsip logika, ia mampu memecahkan persoalan filsafat.
Menurut russell analisis bahasa yang benar itu dapat menghasilkan pengetahuan yang benar pula tentang dunia, karena unsur yang paling kecil dari bahasa (proposisi atomik). Atau dengan kata lain, ada kesamaan) antara unsur dunia fakta atau realita disatu pihak dan dunia kata (bahasa) atau simbol di pihak lain: ada isomorfi (kesepadanan) antara unsur bahasa dan unsur kenyataan. Prinsip isomorfi ini berkaitan erat dengan dasar acuan bagi suatu kata atau ungkapan.
3.       Fungsi Kebenaran
Analisis logis terhadap bahasa akan menempatkan studi tentang tatabahasa yang mampu menjelaskan secara lebih terang persoalan-persoalan filsafat ketimbang sesuatu yang dianggap sudah benar oleh kebanyakan filsuf.
4.       Proposisi Atomik dan Proposisi Majemuk
Pembahasan proposisi atomik dan proposisi majemuk ini berkaitan erat dengan upayanya untuk menjelaskan ksepadanan antara struktur bahasa dengan struktur realitas. Sebab bahasa dianggap sebagai keseluruhan dari proposisi atomik itu tidak hanya mengacu pada fakta fakta atomik yang mengacu membentuk relitas, tetapi bahas itu juga merupakan “lahan” yang akan digarap melalui teknik analisis logik. Bahasa “ khususnya bahas filsafat” dapat mencerminkan realitas sejauh dapat dilakukan analisis logik yang diikuti dengan sintesa logik, sehingga iperoleh proposisi yang paling sederhana yang mengacu kepada fakta yang paling sederhana pula “fkta atomik ”yaitu propoisi stomik” yaitu proposisi atomik. Setiap proposisis itu ada pada hakikatnya mengacu pada dua hal yaitu “data inderawi (particularia) yang merupakan hasil persepsi konkret individual, dan sifat atau hubungan (universalia) dri data inderawi itu tadi.
Suatu proposisi (dapat bernilai benar atau salah) yang menjelaskan suatu fakta atomik itu dinamaka proposisi atomik. Proposisi atomik ini merupakan bentuk proposisi yang paling sederhana, karena sama sekali tidak memuat unsur-unsur majemuk.
Misalnya: x adalah y (ini adalah putih) atau xRy (ini berdiri di samping itu). Setiap proposisi itu memiliki mempunyai makna sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain. Dengan memberikan kata penghubung seperti “ada”, atau “atau”, maka kita dapat membentuk suatu proposisi majemuk.[3] 



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam perkembangan pemikiran filsafat di Iggris, permulaan abad XX, muncullah suatu perkembangan pemikiran yang baru yang oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai suatu perubahan yang radikal atau sebagai suatu ‘revolusi’. Perkembangan baru ini membawa perubahan dalam gaya, arah dan corak pemikirannya.
Pusat dari gerakan pemikiran filsafat yang baru ini adalah di Cambridge Inggris yang dirintis oleh G.E. Moore (1873-1958). Dan sebagai tokoh utamanya yaitu Bertrand Russell (1872-1970) dan Ludwig Wittgestein (1889-1951).
Bertrand Russell sendiri sebenarnya sebagai seorang penganut empirisme yang mengikuti jejak John Locke dan David Hume, sehingga konsep filosofisnya nampak adanya garis-garis filsafat empirisme. Nama ‘Atomisme logis’ yang dipilih oleh Bertrand Russell menunjukkan adanya pengaruh dari David Hume dalam suatu karyanya yang berjudul ‘An Enguiry Concerning Human Understanding’. Struktur pemikiran atomisme logis diilhami oleh konsep Hume tentang susunan ide-ide dalam pengenalan manusia. Menurut Hume semua ide yang kompleks itu terdiri atas ide-ide yang sederhana atau ide yang atomis (atomic ideas) yang merupakan ide yang terkecil. Hume percaya bahwa filsuf itu hendaknya melaksanakan analisis fisikologis terhadap ide. Dalam kaitan ini Bertrand Russell menolak atomisme fisikologisnya David Hume dan analisis itu bukannya pada aspek fisikologis namun dilakukan terhadap proposisi-proposisi. Atas dasar inilah Bertrand Russell memilih nama atomisme logis dari pada realisme.
Walaupun pemikiran atomisme logis yang dikembangkan oleh Bertrand Russell dipengaruhi oleh empirisme terutama John Locke dan David Hume, namun dalam kenyataannya tradisi idealispun juga memberikan garis dan warna dalam pemikirannya. Pengaruh pemikiran idealisme tersebut antara lain dari F.H. Bradley dan pemikiran analitis G.E. Moore. F.H. Bredly mempengaruhi bidang formulasi logika proposisi sedangkan G.E. Moore memberikan tekanan pada ciri analisisnya. Demikianlah dalam kenyataannya munculnya pemikiran baru atomisme logis di Inggris tidak dapat dipisahkan dengan para tokoh yang mempengaruhi dan memberikan sumbangan kepada atomisme logis.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Mustansir, rizal. Filsafat analitik Sejarah Perkembangan Dan Peranan Tokohnya. yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007
2.      Hidayat, Asep Ahmad, Filsafat Bahasa mengungkap hakikat bahasa, makna dan tanda. Bandung, PT Remaja rosdakarya, 2009
3.      Drs. Kaelan, M.s.” Filsafat bahasa Masalah Dan Perkembangannya” ,Yogyakarta, paradigma. http://www.uin-malang.ac.id/index.



[1] Mustansir, rizal. Filsafat analitik Sejarah Perkembangan Dan Peranan Tokohnya. (yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007), hal., 67
[2] .      Drs. Kaelan, M.s.” Filsafat bahasa Masalah Dan Perkembangannya” ,Yogyakarta, paradigma. http://www.uin-malang.ac.id/index.
[3] .      Hidayat, Asep Ahmad, Filsafat Bahasa mengungkap hakikat bahasa, makna dan tanda. (Bandung, PT Remaja rosdakarya, 2009), hal., 109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar